martes, 7 de julio de 2015

DOROTHEA ROSA HERLIANY [16.480] Poeta de Indonesia


DOROTHEA ROSA HERLIANY 

Nació en Magelang, Java Central, Indonesia  en 1963. Es directora de la ONG IndonesiaTera, dedicada a la investigación social y cultural.


SANTA ROSA. 1

para el marido de mi pasado, no escribo historia.
los viejos libros en la biblioteca de mi corazón
sólo dan cuenta de un puñado de historias tristes de derrota.
un grupo de soldados alineados como niños.
volviendo a casa para arrancar caracoles de los arrecifes de coral.                           
abandonando vagos esbozos de esperanza, entre
dientes de tiburón partidos.
para mis amantes, busco un cuerpo anhelante
abandonado en una habitación llena de hombres
ansiosos por prenderle fuego al mundo, ofreciendo
montones de bienes usados, magníficos
aparatos de aire acondicionado. yo disfruto del calor,
es breve, silencioso, mientras que mi sed es interminable.
mis desilusiones me vuelven loca. me he quedado demasiado tiempo.
quiero trepar hasta el Himalaya y quedarme ahí.
ver como mi deseo se va enfriando, luego explota
y destruye el mundo.
pero estoy cansada de soñar.
la casa es estrecha y está cubierta de polvo.
si la esperanza llegase alguna vez
sería una inútil masa de tiempo.

Del indonesio al inglés por Harry Aveling.



Santa Rosa I&II

I

kepada suami masa silamku, tak kutuliskan silsilah.
kitab tua di perpustakaan hatiku hanya mencatat
sejumput kisah kekalahan yang menyedihkan.
segerombolan serdadu berbaris bagai kanakkanak.
pulang menuju rumahrumah siput di punggung kerang.
menghabiskan sisa harapan yang remang, di antara 
gigigigi hiu retak.

kepada para kekasihku, aku mencari tubuh yang cemas
dalam ruang kembara para pembakar. mereka berikan
onggokanonggokan benda daur ulang. dengan mesin
pengatur suhu yang sempurna. kunikmati kehangatan
sunyi dalam sedetik puncak hausku yang panjang.
menuju kesiasiaan yang gila. aku tinggal teramat lama!

aku ingin mendaki dan tinggal di puncak himalaya.
agar dingin dan beku nafasku. lalu meledak dan
mengalirkan bencana.

tapi aku letih bermimpi. 
rumah ini sempit dan kotor.
jikapun harapan itu tiba,
ia hanyalah segumpal waktu yang siasia.

Ninomaru Shogun Palace, 2001


II

kutulis sajak cinta. 
matahari berkumur uap telaga. 
bidadari itu yang meniti lengkung bianglala. 
lewat gorden jendela rumah tua yang compang. 
menuju padamu.

kuhitung debu usiaku.
setua inikah kebosanan?

para perompak dan pencari harta karun
merampas perahumu. 
matahari  jauh dan menggantung.
tak dalam peta.
kita buat telur uburubur, agar menetas 
jadi onta. lautan berubah padangpasir. 
karangkarang menjadi kubur rajaraja 
dalam pyramid menjulang. 
menyaksikan perjalanan tua kita yang 
ringkih dan sengsara.

wahai pelacur jantanku. 
hisap putingku dengan seluruh resahmu. 
tikam vaginaku dengan seluruh rencana ajalmu. 
kukalungkan sanca penjaga dan kelabang 
pelumpuh bagimu. sambil kunikmati waktu 
yang membeku. jerit kijang di nafas 
lapar leopard jantan.
untuk menuntaskan luka kecilku 
yang membara.

tikam aku berulang!

Hamburg, 2002




Sancta Rosa 1 & 2

1

Dem Ehemann meiner Vergangenheit schreibe ich keine Chronik.
Die alten Bücher in der Bibliothek meines Herzens verzeichnen nur
eine Prise Geschichte von Niederlagen, die traurig machen.
Ein Trupp Soldaten, aufgereiht wie Kinder,
kehrt heim gen Schneckenhäusern auf Muschelbänken.
Er vertilgt den Rest trüber Hoffnung zwischen 
gebrochenen Haifischzähnen.        

Bei meinen Liebhabern suche ich ruhelose Körper
dort, wo die Feuer-Anfacher umherstreifen. 
Sie stapeln Gebrauchtware. Haben vollkommene 
Klimaanlagen. Ich genieße die stille Hitze
im Moment des Höhepunkts meines langen Durstes.
Hin zur irrsinnigen Vergeblichkeit. Ich bin zu lange geblieben! 
   
Ich möchte den Himalaya erklimmen und dort bleiben.
Dass mein Atem erkalte und gefriere, explodiere und 
Unheil verströmen lasse.

Aber ich bin vom Träumen erschöpft.
Dieses Haus ist eng und schmutzig.
Sollte Hoffnung keimen,
wäre sie nur ein Klumpen vergeblicher Zeit.

Ninomaru Shogun Palace, 2001 
                                                                                                

2

Ich schreibe ein Liebesgedicht.
Die Sonne gurgelt mit dem Dunst des Sees.
Die Fee geht über den Regenbogen
durch die zerrissenen Gardinen eines alten Hauses
hin zu dir.

Ich zähle den Staub meiner Jahre.
So alt ist der Überdruss?

Piraten und Schatzsucher
plündern dein Boot.
Die Sonne hängt in der Ferne.
Sie ist nicht auf der Landkarte.
Wir machen Qualleneier, damit 
Kamele schlüpfen. Der Ozean wird zur Wüste.
Korallenriffe werden zu Fürstengruften
in aufragenden Pyramiden.
Bezeugen unsere alte Reise, 
die kraftlos und elend ist.

So denn, mein Gigolo,
saug meine Brustwarzen voller Hingabe.
Stich meine Vagina mit dem ganzen Plan deiner Todesstunde.
Ich flechte dir eine Kette aus Wächterpythons 
und lähmenden Tausendfüßlern, während ich die
gefrierende Zeit genieße. Den Schrei des Zwerghirschs 
im hungrigen Atem des Leoparden.
Um meine kleine Wunde zu schließen,
die glüht.

Stich mich wieder und wieder!

Hamburg, 2002
Aus dem Indonesischen von Rainer Carle





Nikah Pisau

aku sampai entah di mana. berputar-putar 
dalam labirin. perjalanan terpanjang 
tanpa peta. dan inilah warna gelap paling 
sempurna. kuraba gang di antara sungai 
dan jurang.

ada jerit, serupa nyanyi. mungkin dari 
mulutku sendiri. kudengar erangan, serupa 
senandung. mungkin dari mulutku sendiri.

tapi inilah daratan dengan keasingan paling
sempurna: tubuhmu yang bertaburan ulatulat
kuabaikan. sampai kurampungkan kenikmatan
sanggama. sebelum merampungkanmu juga: menikam
jantung dan merobek zakarmu, dalam segala
ngilu.

1992



The Blades of Marriage

who knows where i am. whirling 
inside a labyrinth. it is the longest journey
without a map. and this darkness is utterly
perfect. i grope my way through an alley flanked by a river
and a ravine.

there’s a scream, it sounds like a song. it may have 
come from my mouth. i hear a moan, it sounds like 
a hum. it may have come from my mouth.

but this land of alienation is utterly 
perfect: your body that is scattered with worms, 
i shall ignore - until i have completed this blissful
coitus and also, before i have completed stabbing
you in the heart, ripping out your cock and grating
you with every kind of pain.

Translated by Mona Zahra Attamimi




Sebuah Radio Kumatikan

seperti inilah, aku letakkan ranjang dalam dadamu.
kujadikan ronggarongga sempit itu kamarcintaku.
suatu hari nanti, akan berjejal lagulagu dan tangisan.
rintihan kecil dan jeritan tibatiba. dan kaukirim aku
ke tanahasing: dengan dentum dan suaraangin dari
nafasmu.

seperti inilah, aku letakkan tempatsampah dalam
otakmu. kujadikan gumpalan zat itu suduttakberguna.
suatu hari nanti, akan berjejal entahapa. telah sesak
ruang sempit itu oleh rencanarencana dan bencana.

tadi, kita telah berkhianat dengan cinta. kauledakkan
aku dengan zakarmu. kuletakkan ulatulat di sana. sampai
saatnya nanti, siap memangkas daunhatimu.

seperti inilah kita: merenda kemungkinankemungkinan.
suatu hari nanti—dalam otakmu, dalam dadamu, dalam
perutmu—kutanam bangkaibangkaiulat. suatu hari nanti,
akan kaupanen kupukupu.

1993




The Radio I Switched Off

it’s like this, i’ve laid a cast-iron bed within your chest. 
i’ve created narrow cracks, they are my love-chamber.
one day, it’ll be crammed with songs and tears. 
a soft moan, a startling scream. and you’ll send me 
away to a foreign land - with a bang and the sound
of the wind on your breath.

it’s like this, i’ve laid a garbage-can within your brain. 
i’ve created clumps of matter, they are the wasted corner.
one day, it’ll be crammed in with what’s left over. by now that 
narrow space is suffocating with stories and calamities.

moments ago, we were deceived by love. you blasted me
with your cock. i’ve laid the worms there. when the time 
comes, be ready for them to prune the leaves of your heart.

this is how we were: a future laced with hopes and promises.
one day – within your brain, within your chest, within 
your abdomen – i’ll plant the carcasses of worms. one day, 
you will harvest the butterflies.

Translated by Mona Zahra Attamimi






Surat Lorena

masih kausimpankah pisau itu?
jangan kaubasuh darahnya. masih kudengar erangan manis itu.
kucatat dalam berhalaman buku cinta. kita baca malammalam,
ketika darah mendidih dan memancur bersama nafas
yang memburu.

kaunikmati ketakberdayaan.
seperti ikan yang kau pelihara dalam rahimmu.
menggelepar dalam lumatanlumatan nafsu
dan rintihan halus dan gaib dari mulut terbukamu.

masih kausimpankah pisau itu?
sebelum kaucapai puncak cinta, ribuan wanita 
akan menghunus dan menikamkannya: entah pada 
daratan tubuh dan gumpalan daging yang mana.

2000




The Lorena Letters

have you still kept that knife?
don’t rinse off the blood. i still can hear that sweet groan.
you wrote in the pages of the book of love. late at nights, we’d read
the instant our raging blood boiled and gushed together 
with hurried, impatient breath.

you take pleasure in being defenceless. 
just like the fish that you’ve kept inside your womb -
flailing about within the pulverising strength of desire
and, the mysterious and delicate moans of your opened mouth.

have you still kept that knife?
before you arrive at the height of love, thousands of women
will unsheathe and stab you with it - wherever at the pit 
of your body and on any congealed meat.

Translated by Mona Zahra Attamimi






No hay comentarios:

Publicar un comentario